Selasa, 20 Januari 2015

Kepintaran si Bodoh

Suatu hari, ada seorang pengusaha memotong rambut di tukang cukur sekitar kantornya. Tak berapa lama, datanglah seorang anak kecil berusia sepuluh tahunan berlari-lari dan melompat-lompat di sekitar tukang cukur tersebut.
"Anak kecil itu bernama Benu. Dia anak paling bodoh yang pernah saya kenal," kata tukang cukur itu kepada sang pengusaha.
"Ah..., yang benar saja, Mas?" tanya sang pengusaha tidak percaya.
"Kalau tidak percaya, sebentar saya buktikan."

Tukang cukur itu merogoh sakunya, lalu mengambil uang 2.000-an dan 1.000-an. Setelah itu, ia memanggil Benu, lalu menyuruh Benu memilih.
"Benu, kemarilah. Kamu boleh memilih salah satu dari uang ini. Terserah kamu ingin memilih yang mana. Ayo, ambillah!"

Benu melihat ke tangan tukang cukur tersebut dengan wajah berbinar, lalu mengambil uang 1.000-an. Dengan perasaan bangga, tukang cukur itu berbalik kepada sang pengusaha.
"Benarkan yang saya katakan tadi? Benu memang anak terbodoh yang pernah saya temui. Sudah tak terhitung berapa kali saya mengetes dia seperti itu tadi. Dan, selalu saja ia mengambil uang logam yang nilainya lebih kecil."

Sang pengusaha pun terheran-heran melihatnya. Setelah selesai memotong rambut, ia pun pulang. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan Benu. Karena merasa penasaran, ia pun memanggil Benu.
"Benu, tadi sewaktu tukang cukur menawarkan uang lembaran 2.000-an dan 1.000-an, saya lihat kok yang kamu ambil uang yang 1.000-an? Mengapa tidak ambil yang 2.000-an? Nilainya kan lebih besar dua kali lipat dari yang 1.000-an? tanya sang pegusaha.

"Saya tidak akan dapat uang 1.000 setiap hari kalau mengambil uang 2.000. Sebab, setiap saya mengambil 1.000 dia pasti akan bangga dengan pendapatnya bahwa saya bodoh dan terus penasaran mengapa saya tidak mengambil uang yang 2.000. Kalau saya akhirnya mengambil yang 2.000, berarti permainannya selesai. Lalu, kapan lagi saya dapat uang jajan gratis setiap hari?" jawab Benu sambil tertawa kecil.

Hikmah:
Banyak orang merasa lebih pintar dibandingkan orang lain, sehingga sering menganggap remeh orang lain. Padahal, ukuran kepintaran seseorang hanya Tuhan yang mengetahuinya. Alangkah bijaksananya jika kita tidak menganggap diri sendiri lebih pintar dari orang lain. Di atas langit masih ada langit yang lain.

1 komentar: